Jumat, 25 Maret 2016

PEMBELIT MINIATUR NEGARA, BAGAIMANA MAU BERLARI, BERJALAN PUN SULIT!

Apa menurut kawan miniatur Negara itu? Yang mampu mencerminkan kondisi suatu Negara, karena banyak dikitnya mengikuti sistem yang ada di negera? Hal itu adalah universitas atau kampus. Adapun permaknaan kampus dan universitas adalah sebagai berikut:

a. Universitas 
        Universitas adalah suatu institusi pendidikan tinggi dan penelitian, yang memberikan gelar akademik dalam berbagai bidang. Umumnya sebuah universitas juga menyediakan pendidikan sarjana dan pascasarjana. Kata universitas berasal dari bahasa Latin yaitu “universitas magistrorum et scholarium” yang berarti komunitas guru dan akademisi.

b. Kampus
       Kampus, dari bahasa Latin; campus yang berarti "lapangan luas", kampus adalah daerah / wilayah lingkungan utama suatu perguruan tinggi (Universitas). Menurut KBBI kampus adalah daerah lingkungan bangunan utama perguruan tinggi (universitas, akademi) tempat semua kegiatan belajar-mengajar dan administrasi berlangsung. 

Di dalam lingkungan perguruan tinggi sudah barang tentu terdapat banyak elemen ntah staf, rektorat, mahasiswa, kantin, pusdainfo dan banyak lainnya. Bagaimana mereka semua terintegrasikan? Yaitu melalui konstitusi atau yang kita kenal dengan peraturan tertulis maupun tidak tertulis. 

Tentu ketika sudah ada peraturan maka ada yang mewadahi  berjalannya dan administrasi itulah yang di sebut birokrasi kampus. Birokrasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari suatu badan instansi atau organisasi, baik itu dari level terendah seperti rukun tetangga hingga ke tatanan yang lebih tinggi yakni  pemerintahan negara. Pada dasarnya, birokrasi merupakan suatu sistem yang menerapkan fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai output yang maksimal.

Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam Setiwan,1998).

Administrasi berasal dari bahasa latin yang terdiri atas kata ad (ke) dan ministrare (melayani, membantu dan mengarahkan). “administrasi” secara harfiah dapat di artikan sebagai suatu kegiatan atau usaha untuk membantu, malayani, mengarahkan atau mengatur semua kegiatan didalam mencapai suatu tujuan. Berdasarkan KBBI, “administrasi” berartikan usaha dan kegiatan untuk mencapai tujuan.

Pada ruang lingkup kampus badan administrasi berperan sebagai penyelengggara dalam hal melayani dan mengelola kegiatan akademik misalnya penginputan data mahasiswa yang mencakup semua aspek persyaratan yang ditentukan oleh pihak kampus hingga melakukan proses pembukuannya, badan administrasi juga bertugas menyediakan data serta fasillitas bagi mahasiswanya baik itu bersifat informasi maupun kritik saran mahasiswa yang bersifat kreatif dan membangun. 

Kenyataannya bahwa birokrasi administrasi berbelit-belit, manajemen yang digunakan tidak efektif. Akhirnya mahasiswa yang menjadi korban terseok-seok. Dengan alasannya bahwa “mahasiswanya beribu orang”, sudah barang tentu itu menjadi sebuah resiko yang harusnya dari jauh hari sudah dipikirkan dan di antisispasi.

Agar tidak terus terulang. Sering kali pun di rasakan mahasiswa bahwa tidak sinergisnya antara birokrasi tataran fakultas dengan universitas. Contohnya dimana saat jadwal KRS seluruh mahasiswa berantakan dari pusatnya, saling bentur. Hasil berdiskusi dengan salah satu pimpinan fakultas adalah bahwa dari pihak rektorat mengadakan perubahan mendadak yang membuat apa yang telah di susun oleh pihak fakultas menjadi saling tubruk dan memakan waktu lama untuk menyusunnya kembali dan mahasiswa menjadi korban tidak jelasan arah. 

Sungguh hal yang disayangkan. Hal ini menyebabkan keterlambatan proses ajar-mengajar. Sangatlah lucu jika fungsi administrasi yang bersifat melayani dan mengelola data malah menjadi cambuk bagi mahasiswa dalam melengkapi datanya, seperti cambuk bagi sapi-sapi yang bengal.          

Keamanan adalah keadaan bebas dari bahaya. Istilah ini bisa digunakan dengan hubungan kepada kejahatan, segala bentuk kecelakaan, dan lain-lain. Keamanan selalu di identikan dengan kenyamanan, dan kenyamanan tak pernah lepas dari kata “ketertiban”. Di kampus sendiri keamanan menjadi salah satu prioritas mutlak dari pihak kampus kepada mahasiswanya serta barang-barang bawaannya seperti kendaraan dan perlengkapannya. Begitu juga dengan kenyamanan. 

Namun sayangnya ada saja pihak kampus yang kurang bahkan tidak memperhatikan hal tersebut, terlihat dari banyaknya sampah sisa makanan efek minimnya tong sampah, minuman maupun putung rokok yang berserakan dimana-mana, toilet yang digabung antara cewek dan cowok, lahan hijau yang minim sekali serta lahan parkir yang nihil, juga kejadian-kejadian pencurian maupun aksi kekerasan (kejahatan) yang terjadi dikampus. 

Dari hal tersebut kita dapat melihat cerminan keacuhan pihak kampus dalam menyikapi masalah keamanan dan kebersihan. Seharusnya pihak kampus lebih cekatan dalam menyikapi masalah ini, karena memang masih dalam ruang lingkup kampus. Perlu adanya pengawasan berkesinambungan serta menyeluruh dari mulai security hingga pihak pekerja diruang lingkup kampus, serta pemberian sansi yang tegas agar tercipta suasana yang aman dan damai.

Untuk masalah parkir, apakah hanya dengan mengeluarkan uang perbulannya, maka parkiran akan lebih aman? Mengingat UKT mahaiswa yang ada sampai 7 juta ditambah kenaikan BBM yang menyebabkan biaya hidup anak perkuliahan meningkat, apakah masih sepantasnya mahasiswa “harus lagi-lagi membayar”??? hal ini terdengar bahwa birokrasi kampus kita mengambil jalan yang instan, dengan swastanisasi perkiran, dan lagi-lagi mahasiswa yang terbebankan. 

Nyatanya, gaji OB saja masih tersendat-sendat dibayarkan oleh pihak kampus hingga berbulan-bulan, pihak kampus malah berkerja sama dengan pihak swasta untuk proyek swastanisasi parkiran? Mengapa tidak menggunakan cara berupa penambahan satuan pengaman security saja? Guna mengefektifkan dan membuka lapangan kerja baru, karena uangnya nanti akan masuk ke seseorang yang bekerja, bukan sekedar masuk ke pihak swasta. 

Prestasi belajar merupakan suatu tolok ukur seseorang dalam mengenyam pendidikan yang sudah terbudayakan di Indonesia. Asumsi tersebut berkembang dengan pertimbangan bahwa prestasi belajar merupakan indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai oleh mahasiswa. 

Didalam proses belajar mengajar hubungan antara mahasiswa dan dosen merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga mahasiswa merasa ingin belajar dan dosen nyaman dalam mengajar. Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar adalah aspek fisiologi (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologi (yang bersifat rohaniah), sedangkan dalam faktor eksternal adalah lingkungan dan pertemanan.

Nyatanya kini, sering kali bahwa mahasiswa di rekatkan berkutat hanya dengan civitas dalam akademik kampus saja bahkan hingga lupa dengan keadaan objektif diluar, mahasiswa diberi tugas banyak dalam akademis, kuis, ujian, meresume, mahasiswa dituntut bernilai tinggi namun tak perlu melihat sekitarnya, melainkan hanya siap untuk terjun ke dunia kerja. Maka dalam  hal ini mahasiswa tertekan, tugas-tugas menumpuk, banyak tenaga terkuras, alhasil mahasiswa harus bisa berpintar-pintar  memanage waktu untuk membagi dirinya ke dalam kampus dan sekitarnya.  

Menengok pada wajah dunia perguruan tinggi pun sama halnya mengecewakan, bahwa semakin maraknya praktek liberalisasi dan privatisasi pendidikan (baca : kapitalisasi pendidikan) oleh Negara yang telah mengakibatkan berubahnya orientasi pendidikan menjadi profit oriented atau mencari keuntungan financial semata, tak berhenti disitu, situasi pendidikan di Indonesia juga bertambah parah oleh berbagai macam praktek represifitas di kampus. Hal ini dapat diperhatikan dari berbagai tekanan-tekanan dan penindasan yang dilakukan kepada mahasiswa baik langsung maupun tidak.

Hal ini menyebabkan penyempitan ruang gerak mahasiswa dan penyekatan tersendiri baik dari birorasi kampus maupun pihak-pihak non kampus. Maka terlihat, ada usaha penghambatan aktifitas mahasiswa di kampus oleh birokrasi kampus, baik dari menyuarakan hak-hak mahasiswa sendiri, aktifitas social, aktifitas politik dan lainnya di kampus.

Terlihat jelas, bahwa perilaku represif dari birokrasi kampus saat ini juga mencerminkan watak dari birokrasi kampus yang semakin otoriter. Muncul dasar-dasar yang menyekat ruang gerak mahasiswa atau mempersulit mahasiswa dengan berbagai macam peraturannya (SK Rektor, SK. Dekan, peraturan kampus), dan terkadang lebih parahnya lagi ada anggapan bahwa aktifitas mahasiswa untuk memperjuangakan hak-haknya, dan mengkritik kebijakan kampus adalah tindakan yang mencemarkan almamater, dan nama baik perguruan tinggi. 

Jika kita mengingat kembali, bahwa jelas, label mahasiwa adalah agent of change dan agent of control. Maka mahasiswa memiliki hak sebagai subjek pendidikan untuk turut berjuang dan mengadakan perubahan baik dalam kampus maupun luar kampus secara positif dan progresif.

Mahasiswa berhak terlibat dalam menentukan apa dan bagaimana proses pendidikan di perguruan tinggi di laksanakan, maka dengan seperti itu persoalan dalam maupun luar kampus dapat tersentu dan terselesaikan. Sedangkan kenyataannya, belenggu birokrasi kampus membatasi dan membuat mahasiwa terseok-seok. 

Dalam hal ini, mahasiswa membutuhkan ruang untuk berekspresi, mengembangkan kemampuan dan pemahamannya, serta berpendapat tentang realitas sosial yang dihadapinya dan berorganisasi sebagai cara untuk memperjuangkan hak-haknya. Bukan lagi diperalat dan di setting sebagai robot atau budak kapitalis pasca wisuda saja.

Sungguh ironis, ini akibat masuknya pendidikan kita kedalam kapitalisasi kampus. Seperti yang dijelaskan diatas sebelumnya, bahwa terjadinya perubahan dari orientasi pendidikan menjadi profit oriented atau mencari keuntungan financial semata. Kenyataan pendidikan Indonesia yang perlahan-lahan akan masuk dalam cengkraman Imperialisme menjadi akar permasalahan yang mendorong perguruan tinggi menjadi sangat anti dengan kebijakan-kebijakan yang kontra, terlebih lagi ketika aktifitas mahasiswa tersebut merupakan bentuk reaksi mahasiswa yang merasa hak-hak normatifnya belum dipenuhi oleh birokrasi kampus.

Dalam menjalankan praktek kapitalisasi pendidikan, negara mengeluarkan aturan yang menekan ruang gerak organisasi eksternal, yaitu SK. Dikti No. 26 Tahun 2002, tentang organisasi mahasiswa, mengatur bahwa organisasi massa dilarang untuk melakukan aktifitas didalam kampus. Hal ini tentunya merupakan salah satu bentuk kooptasi negara terhadap kekuatan mahasiswa, dimana hanya mahasiswa yang tunduk dalam kekuasaan birokrasi kampuslah yang diberi ruang untuk beraktifitas didalam kampus.

Sungguh disayangkan jika kita menengok keadaan ini, bahwa birokrasi kampus yang bersifat melayani, justru menyusahkan mahasiswa, birokrasi ini tidak efektif dan menambah beban mahasiswa. Sehingga untuk memikirkan dalam kampus saja sudah pusing, maka bagaimana mereka mampu memikirkan kondisi luar kampus, alhasil label mahasiswa sebagai agent of change dan agent of control kini hanya bagaikan mitos atau dongeng sebelum tidur. 

Sungguh ironis, padahal pendidikan adalah ujung tombak perubahan suatu Negara menuju keprogresifan suatu bangsa. Maka bagaimana negara mau maju, jika mahasiswanya masih berkutat dalam kampus saja? Belum tentu semua mahasiswa sudah tersadarkan perannya hingga berpintar-pintar membagi waktu, perlu adanya gebrakan perubahan dari permasalahan birokrasi kampus. 

Agar seluruh elemen yang terikat dapat terintegrasi secara harmonis dan terstruktur (sendem) dari bawah ke atas dan atas ke bawah dan kebutuhan baik dalam maupun luar kampus terselesaikan.

Selengkapnya di: http://www.lmndnasional.com/2015/04/pembelit-miniatur-negara-bagaimana-mau.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar