Jumat, 25 Maret 2016

KERASNYA HANTAMAN KAPITALISME MEMBUAT BURUH DAN RAKYAT MENDERITA (Menyimak Hengkangnya Para Perusahaan Raksasa Asing)

Media tengah ramai memperbincangkan hengkangnya beberapa perusahaan ternama dari Indonesia. Baru-baru ini Panasonic dan Toshiba memutuskan meninggalkan Indonesia, selepas pabrik otomotif Ford Indonesia dan Opel Indonesia memilih Negara lain untuk memproduksi otomotif. Langkah Ford ini mengikuti jejak General Motors yang lebih dulu angkat kaki dari Indonesia. 

GM memutuskan untuk menyudahi operasional di Indonesia pada tahun lalu. Perginya GM menyebabkan 500 pegawai kehilangan pekerjaannya. Panasonic menutup 2 pabriknya yaitu PT Panasonic Eloctronic Devices Indonesia di Cikarang, Bekasi dan Panasonic Lighting di Pasuruan. Sementara Tosibha menutup PT Matsushita Toshiba Picture Devices Indonesia (MTPDI) di Cikarang yang memproduksi tabung televisi (CRT). Hanya tinggal tersisa 1 perusahaan Toshiba, yaitu Toshiba printer di Batam.

Tentu hal ini mengakibatkan adanya PHK dari perusahaan yang bersangkutan, tak main-main jumlah yang akan di PHK mencapai 2500 buruh. Dari Panasonik di Pasuruan (600 orang buruh di PHK) dan dikawasan EJIP Cikarang (sekira 1000 orang buruh di PHK).‎ sedangkan dari Toshiba televisi, kurang lebih 900 orang buruh akan berpotensi di PHK (mulai bulan April secara resmi tutup).

Tak hanya itu, ribuan buruh di sektor padat karya lainnya pun sudah ter-PHK. Perusahaan raksasa dan menengah melancarkan PHK ribuan buruh pada Januari hingga Maret 2016. Perusahaan tersebut adalah PT Panasonic (ada dua pabrik di Cikarang dan Pasuruan), PT Toshiba, PT Shamoin, PT Starlink, PT Jaba Garmindo (tekstil), dan PT Ford Indonesia

Selain itu, puluhan perusahaan yang bergerak dalam industri motor dan mobil juga ikut mem-PHK karyawannya, seperti PT Yamaha, PT Astra Honda Motor, dan PT Hino. Tak ketinggalan, perusahaan komponen motor dan mobil, seperti PT Astra Komponen, PT AWP, PT Aishin, PT Mushashi, dan PT Sunstar sudah mem-PHK ribuan karyawan kontraknya dengan tidak memperpanjang kontrak dengan pekerjanya lagi.

Sebelumnya, kaum buruh juga menilai anjloknya harga minyak dunia saat ini hingga ke kisaran 30 dolar AS per barel yang merupakan level terendahnya sejak tahun 2004 akan membuat perusahaan-perusahaan minyak di dunia mengalami kerugian dan terancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran pula di sektor migas. Perusahaan asal Amerika Serikat, Schlumberger merumahkan lebih dari 10.000 karyawan dalam tiga bulan terakhir sebagai imbas menurunnya harga minyak. Dalam tiga bulan terakhir, Schlumberger telah mencatatkan kerugian sebesar US$1 miliar dolar, kerugian per kuartal pertama dalam 12 tahun. Pendapatan perusahaan tersebut juga jatuh 39 persen menjadi US$7,74 miliar.  

LANTAS BAGAIMANA PHK INI MARAK TERJADI?

Sebagaimana kita ketahui, bahwa di zaman kapitalisme ini orang maupun corporate berusaha melipatgandakan keuntungannya dengan biaya yang seminim-minimnya, inilah yang kita sebut sebagai akumulasi modal. Jika kita melihat, Indonesia termasuk kapitalisme yang bersifat kapitalisme perkoncoan (crony capitalism). Disebut kapitalisme perkoncoan karena dapat dilihat hubungan erat antara pengusaha-pengusaha dengan pejabat-pejabat dalam menjalankan praktik kapitalisme. 

Selain itu, kapitalisme perkoncoan nampak dengan banyaknya pejabat maupun anaknya yang menjadi pengusaha dan banyaknya pengusaha yang menjadi pejabat. (Baswir, 1999:30)

Tentu tak mencengangkan dalam kebijakan yang lahir dari kapital birokrat ini penuh dengan  unsur kepentingan para kapital. Kita melihat salah satunya PP pengupahan Nomor 78 tahun 2015. Dalam pelaksanaan perekonomian pun, Indonesia turut diperangkap untuk termakan dalam beberapa kesepakatan pasar bebas, seperti MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dan FTA (Free Trade Agreement) dengan Uni Eropa. Hal ini memungkinkan Indonesia untuk tergerus menjadi pangsa potensial semata dari meluapnya produk-produk impor. 

Dalam menyikapi keadaan ini, pemerintah banyak meluncurkan kebijakan yang kita kenal juga sebagai paket kebijakan. Paket kebijakan ini dirasakan membuka gelanggang untuk perusahaan-perusahaan baik luar maupun dalam untuk bergerak dalam ruang saling-bersaing dan di medan saling bertarung berebut sasaran menjangkau nilai baru serta mencari investor sebanyak-banyaknya guna menyinambungkan misi berikutnya berupa ekspansi pasar dan eksploitasi dari materi yang ada.

Tentu ini mencetuskan perang dagang yang sengit, tak jarang terjadi politik dumping atau penjualan dengan harga yang kompetitif dan banyak cara lainnya. Maka peranan modal disini menjadi sentral, corporate berusaha sekreatif mungkin untuk menarik pasar dan tak ragu untuk menggelontorkan suntikan dana besar guna meneliti dan melahirkan inovasi-inovasi segar. Namun sayangnya ini tak di iringi kesanggupan konsumen menyerap produk, karena dampak dari upah yang tak sebanding dengan kebutuhan, daya beli masyarakat menjadi menurun. Otomatis demand (permintaan) akan lebih kecil dari suplay (penawaran), dan inilah yang membuat adanya over produksi.

Masyarakat pun cenderung memilih pada produksi yang mampu menjungkal harga. Hal ini di perparah dengan pertumbuhan ekonomi global yang sedang menurun (baca: tidak stabil), tentu ini menyebabkan persentase ekspor menjadi melandai dan juga terjadi pembengkakkan biaya produksi dari biaya variable, maka dalam keadaan ini produsen dikhuatirkan dengan ancaman gulung tikar.

Dalam pertarungannya, kapital yang kecil serta lemah akan kalah dan hancur dipukul mundur oleh kapital yang besar dan kuat. Kapital-kapital yang kecil runtuh dan menjadi “santapan empuk” oleh kapital-kapital yang besar (kapital-kapital raksasa). Kapital-kapital yang besar (kapital-kapital raksasa) merajai ruang dan medan gerak. 

Kemudian kapital-kapital besar (kapital-kapital raksasa) bahkan memiliki harga penjualan hasil produksi industrinya yang cenderung bisa lebih rendah dari pada kapital-kapital kecil, yang kemudian menyebabkan hasil produksi kapital-kapital kecil ini menjadi tersisih dan tidak laku. Hal ini karena alat kerja atau mesin-mesin mereka serba modern dengan kapasitas kerja dan kualitas produksinya yang tinggi dibanding dengan alat kerja atau mesin-mesin milik kapital-kapital kecil yang sederhana. Kapital-kapital Besar cenderung tanggap dalam melihat peluang dari dialektika keadaan.

Kapital-kapital besar (kapital-kapital raksasa) dalam pembelian bahan mentah atau bahan baku pun bisa lebih murah dari pada kapital-kapital kecil, ini disebabkan kapital-kapital besar (kapital-kapital raksasa) bisa merebut penguasaan secara monopoli atas pasar bahan mentah atau bahan baku yang diperlukan. Kapital-kapital kecil menjadi tidak mudah untuk mendapatkan bahan mentah atau bahan baku yang  diperlukan, bahkan membelinya pun dengan harga tinggi. 

Biaya produksi industri kapital-kapital kecilnya menjadi lebih tinggi, sedang harga jual hasil produksinya lebih rendah dari pada biaya produksinya. Kapital-kapital kecil tidak berdaya dalam persaingan harga penjualan hasil produksi industri di pasar, pembelian bahan mentah atau bahan baku keperluan industri, memonopoli sumbernya melawan kapital-kapital besar (kapital-kapital raksasa),. Untuk membeli mesin-mesin modern, harganya begitu tinggi, tidak terjangkau oleh kapital kecil. Maka kapital kecil tidak bisa lain kecuali jatuh, hancur, dan gulung tikar.

Dalam penyelamatan di ambang kehancuran dari over produksi, maka tak heran akan mencuatnya collapse nya suatu corporateCollapse ini tidak semata pada tutupnya suatu perusahaan karena bangkrut. Dalam hubungan sistem kapitalisme, mereka akan berfotosintesa ke arah yang lebih tinggi lagi, yaitu memonopoli atau yang biasa di sebut penggabungan antara kapital yang yang mulai runtuh dengan kapital bermodal lebih besar, inilah yang kita kenal dengan merger. 

Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-mergermengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598). Inilah proses pemusatan atau proses akumulasi kapital. Kapital besar (kapital raksasa) memukul hancur dan memakan kapital-kapital kecil hingga kapital menjadi memusat dan berakumulasi pada hanya kapital besar (kapital raksasa).

Perlu diingat, bahwa tanpa kapital industri tidak akan ada produksi barang-dagangan bagi keperluan kehidupan masyarakat dalam sistem ekonomi kapitalis. Dengan kapital-kapital yang lain  tidak akan berfungsi tanpa ada dan berjalannya kapital industri, yang berarti kehidupan kapitalisme pun tidak berfungsi. Sebab sebagaimana dikatakan, masyarakat kapitalis adalah masyarakat barang-dagangan. Maka tanpa produksi barang-dagangan, masyarakat kapitalis menjadi tidak berarti. Karena itu kapital industri sebagai  kapital yang langsung mengusahakan dan memproduksi barang dagangan, mempunyai peranan yang vital dan merupakan basis dari kehidupan ekonomi kapitalis.

Mari kita simak yang terjadi pada Panasonic dan Toshiba. Dalam melihat pasar Indonesia kini, Panasonic butuh mengejar ketertinggalan tren kebutuhan masyarakat. Kini masyarakat mulai beralih kepada lampu LEDPhilips, Osram dan Panasonic yang semula memproduksi bohlam/CFL, kini hanya Panasonic saja yang memproduksi bohlam/CFLPhilips dari Belanda dan Osram yang dari Eropa jeli memangkap prospek pasar LED, hal ini lantas menjadikan Panasonic tertinggal, sedangkan Panasonic harus bertarung ketat dengan impor dari China

Panasonic Indonesia menggabungkan (merger) dua anak usaha di sektor lampu, PT Panasonic Lighting Indonesia (PESLID) dan PT Panasonic Gobel Eco Solution Manufacturing Indonesia (PESGMFID) pada 1 Januari 2016. Ini dilakukan untuk mengantisipasi kemajuan teknologi dan perkembangan pasar lampu light emitting diode (LED)PESLID yang berbasis di Pasuruan, Jawa Timur memiliki pabrik lampu hemat energi. Adapun PESGMFID yang berkedudukan di Bekasi, dengan pabrik di Cikarang dan Cileungsi memproduksi luminer LED untuk pasar domestik dan ekspor, serta juga stop kontak. PESGMFID dipertahankan Panasonic sebagai perusahaan hasil merger.

Setelah merger, Panasonic hanya memiliki dua pabrik lampu, yakni di Pasuruan dan Cileungsi. Panasonic menjadikan kedua fasilitas tersebut sebagai sentra produksi luminer dan lampu LED untuk memperkuat daya saing di pasar domestik dan dunia. Saat ini, permintaan produksi CFL/bohlammenurun di pasar Jepang dan domestik, karena migrasi ke teknologi LED. Ini adalah bagian dari rasionalisasi dan restrukturisasi yang kemudian menjadikan pabrik ini mempunyai teknologi dan added value (nilai tambah). Transformasi perusahaan-perusahaan ini menjadi perusahaan-perusahaan gabungan-saham, konsentrasi dan penggabungan perusahaan - perusahaan dalam keseluruhan cabang-cabangnya ini pada akhirnya bisa memunculkan adanya monopoli-monopoli.

Kemudian beranjak dari masalah rasionalisasi, kebijakan pemerintah dengan memberikan insentif kepada pelaku industri belum memberikan tren positif nampaknya. Padahal, Indonesia mempunyai keunggulan dari segi demografi. Sebelumnya terdapat kebijakan ekonomi bagi perusahaan yang bangkrut dapat mengajukan bantuan dari pemerintah (kredit usaha) agar tidak melakukan PHK, namun ini masih perlu di pertanyakan. Melihat di PT Jabagarmindo di Tangerang yang sudah melakukan kredit usaha agar tidak melakukan PHK, namun ditolak, sekitar 4.200 pekerja Jaba Garmindo dipecat.

Beda halnya dengan Toshiba, PT Toshiba Costumer Products Indonesia menyatakan perusahaan melakukan restrukturisasi organisasi dengan pengalihan manajemen Pabrik di Cikarang, Bekasi, kepada Skyworth Group asal China-Tiongkok yang terdaftar di Bursa Hong kong untuk meningkatkan daya saing. Dapat dikatakan Toshiba hanya diakuisisi Skyworth asal China. Hanya saja perusahaan asal China-Tiongkok ini tetap memproduksi televisi dengan merek Toshiba. Akuisisi merupakan pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada. (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598).

Hal ini terjadi dikarenakan seperti diketahui bahwa manajemen Toshiba saat ini lebih memilih mengubah fokus bisnis menjadi ke produksi chip dan energi nuklir. Nampak bahwa pihak kapital (Toshiba) tajam mata dalam menangkap prospek baru, pasar baru yang kemudian kedepannya akan di penetrasi, yaitu chip dan nuklir, mengingat dalam pasar televisi persaingan sudah kian ketat.

Dengan adanya restrukturisasi dan rasionalisasi ini, mencuatkan kemungkinan adanya pemangkasan buruh seperti yang ramai dibicarakan, sekitar 2500 karyawan akan di PHK dari kedua perusahaaan raksaksa Jepang tersebut. Tentu dalam melakukan rasionalisasi mesin dan added value maka teknologinya lebih advance, akan terjadi pengurangan tenaga kerja yang tidak bisa dihindari. Dalam hal ini pemerintah mempunyai tugas agar keadaan ini tidak menjadi lebih buruk, karena dikhuatirkan dampak PHK ini daya beli masyarakat akan semakin menurun. Dengan begitu, target pertumbuhan ekonomi yang dipatok 5,3 persen dalam APBN 2016 sulit untuk tercapai.

Di bawah kapitalisme, masyarakat terbagi didalam klas kapitalis (borjuasi) dan klas buruh (ploretariat). Buruh bukan milik si kapitalis, buruh tidak dibeli ataupun dijual. Dari kebebasan yang Ia miliki, namun Ia tidak memiliki alat produksi yang menyebabkan Ia terpaksa menjual modalnya berupa tenaganya untuk bekerja kepada pemilik alat-alat produksi yaitu para kapitalis  (Pemilik pabrik dan perusahaan-perusahaan lain), kemudian buruh harus membanting tulang guna memenuhi kehidupan dan tidak mati kelaparan. Para kapitalis menjadi penghisap guna mendapati laba besar diatas kerja keras dari klas pekerja, semakin lama maka buruh semakin banyak menderita kesengsaraan dan penindasan. 

Dalam laporan terbaru ILO berjudul "World Employment And Social Outlook Report For 2016", disebutkan bahwa pada tahun 2016 diperkirakan angka pengangguran global akan bertambah 2,3 juta orang dan pada tahun 2017 jumlah pengangguran akan bertambah 1,1 juta. Dengan demikian, total pengangguran secara global pada tahun 2017 mendatang, jika ditambah dengan data pengangguran saat ini, diperkirakan akan mencapai lebih dari 200 juta orang. Jumlah pengangguran global tersebut merupakan buntut dari perlambatan ekonomi global pada tahun lalu, khususnya di kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin dan Timur Tengah. Negara berkembang dan negara produsen minyak berpotensi menderita instabilitas sosial seperti pengangguran meningkat.

Akhir Agustus 2015 lalu, Kementerian Ketenagakerjaan pun menyebut jumlah pekerja terkena PHK akibat melemahnya rupiah mencapai 26.000 orang. Sedangkan BPS merilis jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,9 juta jiwa atau bertambah sekitar 860 ribu jiwa selama enam bulan dalam periode September 2014-Maret 2015. Bahkan, diprediksi angka tersebut masih akan mengalami kenaikan hingga nanti.

Dalam kapitalisme, produktifitas kerja sangat dipertinggi dan produksi mencapai perluasan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pabrik dan perusahaan besar tentu dilengkapi dengan mesin-mesin dan memperkerjakan ribuan buruh. Pekerjaan tiap-tiap perusahaan, tiap-tiap cabang industri tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan perusahaan dan cabang-cabang lain. Jika perusahaan lain tidak bekerja lagi, maka ratusan lain tidak bekerja lagi. Maka terpaksa berhenti bekerja. Dalam kapitalisme barang-barang hasil industri adalah hasil kerja masyarakat bukan hasil kerja orang-seorang.

Kaum kapitalis tidak memperdulikan kepentingan masyarakat, mereka memproduksi dan menjual barang-barangnya hanya untuk mendapatkan laba yang besar. Kapitalis ekspansi produksi dan memperkuat penghisapan kepada kaum buruh dengan jam kerja yang lama serta upah yang lebih rendah. Akibatnya, barang-barang yang dihasilkan jauh lebih banyak dari yang mampu diserap oleh massa rakyat, inilah yang memunculkan krisis ekonomi berupa over produksi. 

Lantas untuk mempertahankan harga tetap tinggi atau existing dari perusahaan, kaum kapitalis menghancurkan barang-barang mereka, kemudian untuk sementara menghentikan produksi atau bisa juga dengan melakukan merger/akuisis pada perusahaan, serta memecat ribuan buruh. Jadi hak milik perseorangan secara kapitalis mengakibatkan penghancuran materiil yang sudah dihasilkan dan menyebabkan rakyat pekerja menderita karena pengangguran dan upah yang rendah. 

Kembali pada pembahasan buruh yang di PHK, harusnya mereka tidak langsung di PHK melainkan adanya pengurangan shift, merumahkan dan hanya di bayar tunjangan gaji pokok atau mengurangi hari kerja. Agar tidak terjadi kepanikan atau munculnya berbagai spekulasi yang membuat situasi ekonomi menjadi terhambat. Pemerintah wajib menyelamatkan ribuan buruh yang sudah ter-PHK tersebut dan puluhan ribu lainnya yang terancam PHK. Perlu adanya upaya guna meningkatkan permintaan dalam pasar sehingga konsumsi kebutuhan masyarakat terpenuhi.

Maka inilah dampak dari gejolak kapitalisme dalam melakukan akumulasi, ekspansi, dan eksploitasi. Hal ini semata guna melipatgandakan keuntungan dan pelebaran sayap dari corporate raksaksa. Namun dalam sekali hempasan, maka buruh dan rakyatlah yang merasakan dampak begitu besar, diluar dari eksploitasi kaum buruh. Ini pun tak lepas dari spekulan-spekulan perusahaan dalam mengibarkan existing produknya, ditengah perekonomian global yang sedang tidak stabil. 

Dibutuhkan kebijakan tepat sasaran dan dirasa tanggap terhadap kebutuhan basis massa rakyat. Kesadaran masyarakat pun harus dibangkitkan dari dialektika materi yang berkembang, bahwasannya keadaan kapitalistik menciptakan masalah-masalah baru. Dalam hal ini, kedepannya diharapkan Indonesia dapat melakukan perbaikan-perbaikan, kemudian membangun Industri Nasional, tidak ketergantungan terhadap asing, mensejahterakan rakyat, dan berporos pada kepentingan massa rakyat.

Selebihnya di:http://www.lmndnasional.com/2016/02/kerasnya-hantaman-kapitalisme-membuat.html

SALAM PEMBEBASAN!!!! 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar