Jumat, 25 Maret 2016

Derai Cinta Berselimut Lembut Ramadhan

"...Rupanya keheningan terlalu nyaman menemaninya. Waktu menunjukan pukul 17:00, Almira menyadari 1 jam lagi waktu melepas dahaga dan lapar. Ia membuka kulkas dan mendapati makanan instan, salah satunya sarden kaleng kecil. Itu menjadi sasaran pengisi laparnya, Ia memasaknya dan juga membuat jus mangga sebagai pelepas dahaga nanti. Adzan pun berkumandang, tanda waktu berbuka puasa. Sesaat di meja makan, Almira melihat kiri kanannya. Kesunyian ini amat berbeda dari khayalannya dan terbesit suara kecil dalam hatinya kerinduan seperti keluarga pada umumnya.   “Bun, yah, ayo kita makan, selamat berbuka puasa” (Almira berbicara sendiri dan menghanyal ada keluarganya bersama dia)   Tak terasa air matanya mengalir. Ia hanya bisa mengusapnya dan melanjutkan makan. Kini dahaga dan lapar itu sudah pergi, Almira kemudian beristirahat dikamarnya sambil sesekali Ia merasa kepalanya masih sakit. Adzan isya berkumandang, ntah mengapa adzan kali ini terasa berbeda, menyentuh sanubarinya. Almira melirik pada mukenanya yang lama sekali tak tersentuh dan tersadar lama sekali jauh dari Allah. Akhirnya Almira memutuskan shalat tarawih di masjid..." 


Baca selengkapnya dan temui makna cinta sesunggunya: http://kafekopi.blogspot.com/2015/06/derai-cinta-berselimut-lembut-ramadhan.html

MEREFLEKSI PANCASILA: ANTARA IDEOLOGI DAN SEBUAH HAPALAN UPACARA

Tentu kita tidak asing dengan Pancasila. Sebuah 5 sila yang “dikatakan” sebagai falsafah atau landasan fundamental Negara Indoensia, yang dirasa dapat mempersatukan negeri ini sekaligus mewadahi kebutuhan massa rakyat. Pancasila menjadi landasan bernegara yang sejalan dengan cita-cita bangsa berupa menciptakan masyarakat Indonesia yang yang adil dan makmur. Pancasila menunjukan kepribadian bangsa yang menjadi identitas bangsa Indonesia di ,mata dunia. Pancasila berakar dari Panca dan Syila. Panca memiliki arti lima dan Syila (i dibaca pendek) berarti satu sendi, dasar, alas, atau asas, sedangkan Syila (i dibaca panjang) bermakna peraturan tingkah laku yang baik, utama atau yang penting. Dalam historisnya, kata Pancasila pertama kali ditemukan dalam Agama Budha. Dimana dalam Kitab Tri Pitaka, Pancasila diatrtikan sebagai lima aturan kesusilaan yang dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh penganut Agama Budha. Pada Kerajaan Majapahit, istilah Pancasila termasuk dalam Kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca, Pancasila juga kita jumpai dalam Kitab Sutasoma karya Empu Tantular. Tahun 1942, Jepang hadir ditanah Indonesia, alih-alih akan membawa perbaikan, justru lebih kejam dari masa Hindia Belanda. Terjadi pergejolakan atas kehadiran Jepang dari berbagai wilayah, hingga pada 7 September 1994 Perdana Menteri Koyso menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia. Ini menjadi kesempatan yang di sambut baik oleh pribumi. Dibuatlah BPUPKI. Dari sinilah tercetus ide-ide gemilang terkait dasar Negara yang kini lebih kenal dengan nama pancasila. 28 mei 1945, BPUPKI mengadakan sidang pertamanya, yang bergulir sampai empat hari. Di sidang inilah, Moh.Yamin mencetuskan pokok gagasannya berupa Ideologi Kebangsaan, Ideologi Kemanusiaan, Ideologi Ketuhanan, Kerakyaatan, Dan Ideologi Kesejahteraan. 1 juni 1945, Soekarno mencetuskan pula dasar-dasar Kebangsaan Internasionalisme, Kesejahteraan, Ketuhanan, Dan Mufakat, yang kemudian beliau beri nama Pancasila. Selanjutnya hal tersebut mencuatkan terbentuknya panitia Sembilan guna merumuskan ulang pancasila yang telah di cetuskan. Menjadi babak baru saat terbentuknya Piagam Jakarta. Terjadi kontroversi kata-kata yang bernafaskan condong pada salah satu agama, sedangkan ada pula yang menginginkan bersifat umum. Pada 10 dan 14 Juli 1945 piagam ini resmi dibahas, didalamnya terdapat usulan bahwa pemeluk agama islam wajib menjalankan syariat islam. Namun, sore hari pada 17 Agustus 1945 petinggi-petinggi mayarakat dari papua, Sulawesi, Maluku, Kalimantan dan Nusa Tenggara mendatangi Soekarno untuk menyampaikan keberatan hatinya atas kalimat “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Akhirnya melalui diskusi panjang, diubahlah kalimat itu menjadi “demi menjaga kesatuan Indonesia”. Menurut Soekarno, Pancasila ini memiliki tiga pokok pikiran, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan. Kita menapaki bagian dari sosio-naionalisme. Sosio-nasionalisme dalam hal ini menentang kapitalisme dan imprealisme, tidak ada lagi penindasan. Hal ini adalah sebagai nasionalisme yang mementingkan massa rakyat. Kebangsaan yang dijunjung didasari oleh semangat persatuan.nasionalis yang di cantumkan disini bukan mengarah kepada chauvinis maupun Kosmopolitan, melainkan mengarak kepada persatuan yang tidak terlepas pula dari internasionalisme (kemanusian). Ini bentuk nasionalisme yang kecenderungan progresif dilandasi keinginan setara dengan bangsa lain. Kemudian beralih ke sosio-demokrasi, hal ini lebih menunjukan kepada penggabungan mufakat atau kedaulatan rakyat, dengan keadilan social. Kontradiksi dalam suatu bangsa sebisa mungkin ditarik menuju jalan keluar dengan musyawarah mencapai mufakat. Kedaulatan rakyat mendapat tempat tertinggi secara ekonomi-politik. Hal ini ditekankan pada pentingnya keadilan dalam bidang sosial budaya. Namun dalam kali ini, tidak membahas terkait ketuhanan. Jika menurut Soekarno, Kebangsaan dan Internasionalisme Kebangsaan serta Peri Kemanusiaan dapat diperas menjadi sosio-nasionalisme, kemudian Demokrasi dan Kesejahteraan dapat diperas menjadi sosio-demokrasi dan yang tersisa adalah Ketuhanan yang saling menghormati. Hal inilah yang disebut sebagai Trisila, yang bahkan menurut Soekarno dapat diperas lagi menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong. Lantas bagaimana tapak tilas pancasila kini? Dahulu, pancasila menjadi landasan progresif yang dilahirkan dengan kesepakatan bersama. Namun, kini pancasila bahkan sekedar dihapal dalam setiap upacara pagi sekolah. Baik SD, SMP, ataupun SMA, mereka lancar melantunkan Pancasila dalam upacara senin tiap minggunya, namun disayangkan tidak semua orang paham betul essensi dari Pancasila. Pancasila kini terlihat sebagai warisan usang yang hanya diletakan pada etalase saja, tanpa terjamah. Padahal Pancasila termasuk ideologi terbuka, dimana bersifat fleksibel mengikuti jaman. Di jaman Orde Baru, Pancasila dijadikan alat untuk memberangus kelompok yang tidak dalam satu garis haluan pemerintahan Orde Baru. Munculah Hari Kesaktian Pancasila. Dalam era reformasi, Pancasila terbentur oleh kehadiran neoliberalisme yang buas. Neoliberalisme yang masih satu induk kepada kapitalisme dan imprealime ini telah menyunat pola-pola logika manusia. Ideologis kian tergeser berpacu pada akumulasi, ekspasi dan eksploitasi. Pancasila menjadi ornamen Negara belaka. Seiring masuknya Indonesia dalam ombak besar neoliberalisme, budaya yang terbangun bukanlah bersemangat Pancasila, melainkan individualisme dengan hedonismenya, konsumtifnya dan berbagai macam cara guna kapital memperoleh profit maksimum dengan modal seminim mungkin. Oleh sebab itu, menjadi tugas besar kita untuk membangun kesadaran bersama, bahwa janganlah kita biarkan Pancasila tertunggangi kepentingan-kepentingan gelap didalamnya. Kita harus menyadari betul penjajahan gaya baru yang kian mengintai negeri ini. Jadikanlah nilai-nilai Pancasila tumbuh progresif pada jiwa-jiwa revolusioner, agar sosialisme yang selama ini diimpikan dapat terwujud mencapai kemenangan sejatinya. MERDEKA! SELAMAT HARI LAHIR PANCASILA.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/deraimerahperjuangan/merefleksi-pancasila-antara-ideologi-dan-sebuah-hapalan-upacara_5572186cbd22bd8038c21f91

KUKENAL KAU SEBAGAI ROHANA KUDUS

Kau tak menimba ilmu mendalam 
Hanya menyimak dari buku yang ayah bawa 
Haus akan ilmu yang tersua 
Menjulangmu pada evolusi memelikan 
Sapamu pada noni Belanda sebelah rumah 
Menatarmu telaah sulam dan renda 
Hingga logikamu berdialiektis 
Menitih para wanita berproduktif

 Tanpa ragu kau bangun istana ilmu 
Berbagi pada kaum hawa yang kosong
 Mengisi gelas-gelas ini melampaui tapal batas 
Kau detakan nyawa sejati si manis termarginal 
Tanganmu kini menari 
Berpena tinta emas berujung dunia 
Merajut buah nalar eksploritas 
Kau kuliti setiap hati dan mata 

Namun apa dikata 
Perjuangan tetaplah punya cerita 
Ombak caci dan fitnah menerjang 
Persidangan hanya mengurai derai airmata 
Akhirnya kau bebas dan berkelana
Bukittinggi saksi bisu keberadaannya 88 tahun nyata tertitih 
Kau wanita multidimensi bangkitkan harkat manusiawi 

Ku kenal kau sebagai Rohana Kudus 
Nama sederhana penuh pengumulan 
Di tengah pergolakan bangsa 
Kau berlian tangguh berelok rupa 
Terang akalmu mengarak pada gerbang senyuman 
Gerbang keinsyafan diri wanita bergerak 
Dan berdiri di wangi bunga jasamu 
Kau dianugrahi Bintang Jasa Utama 
Walau ragamu kini dimakan cacing 
Satu keyakinan dalam benak ragawi 
Namamu tersirat dalam nafas garis revolusi 
Perjuanganmu takkan berhenti disini!!!

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/deraimerahperjuangan/kukenal-kau-sebagai-rohana-kudus_556b6e2d2ab0bddb3ce40eea

Menjadi Puisi dalam Buku Antalogi puisi Bait-Bait Anak Bangsa, Waroeng Booku.

Wajah Cerah dari Ufuk Serang: Potret Pendidikan Gratis, Ilmiah dan Demokratis Bangkitkan Senyuman Kecil Masa Depan

”Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” -Nelson Mandela- Dari kutipan diatas, kita memaknai bahwa pendidikan adalah konstituen yang dapat digunakan guna mengadakan transformasi dunia. Pendidikan mempengaruhi secara ekstensif pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Dampak pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah semakin berkembangnya kesempatan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan, pengetahuan, keterampilan, keahlian dan wawasan agar mereka berdaya kerja secara produktif guna mensejahterakan kehidupan berbangsa. Pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu Paedagogi. Paedagogi terdiri dari dua kata “paid” dan “agogos” yang artinya anak dan membimbing. Sehingga pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak” (the art and science of teaching children). Sedangkan dalambahasa Inggris Pendidikan adalah education, yang berasal dari bahasa Latin, yaitu ducare. Ducare memiliki arti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin”. Tambahan e, memiliki arti “keluar”. Maka, dapat diartikan bahwa pendidikan adalah “menuntun, mengarahkan dan memimpin keluar”. Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan diselenggarakan berintensi membantu manusia menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi konstribusi kepada masyarakatnya. Menjadi manusia merdeka dalam arti tidak hidup terperintah, berdiri tegak karena kekuatan sendiri, serta cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Beriringan dengan eksistensi pendidikan, sesuai Pembukaan UUD 1945, bahwa tujuan bangsa ini ialah mencerdaskan kehidupan berbangsa, hal ini pun diperkuat dengan pasal 31 ayat 1 bahwa setiap orang berhak mendapatkan pengajaran. Seiring perkembangan zaman, masyarakat dunia mulai tergiring menapaki limpah ruah globalisasi. Hal ini menuntut transformasi dunia yang begitu cepat. Dampak dari perkembangan dunia ini tidak terhindarkan oleh setiap bangsa. Hal ini akan berpengaruh terhadap segenap dimensi kehidupan bangsa termasuk bangsa Indonesia. Materi yang berkembang telah menjadikan peroblematika masyarakat Indonesia kian kompleks, bukan hanya perkara ekonomi atau budaya, namun bertranformasi menjadi krisis multidimensi. Lantas apa pokok permasalahan ini??? Analisis kritis mengantarkan kita pada suatu gerbang dimensi yaitu ekonomi. Ekonomi menjadi kausa problematika tertinggi, merasuknya kapitalisme dan imprealisme menyelusur hingga mengalir pada nadi utama kehidupan bernegara telah mendistorsi tujuan Negara sebagaimana tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945. Negara justru menjadi alat penindas oleh kapitalis dengan watak akumulatif, ekspantif dan eksploitatif. Penancapan kuku kapitalis dan imprealis yang semakin menusuk telah menodai kedaulatan bangsa, rakyat terkondisikan menjadi komoditas sebagai jalan memuluskan muslihat kapitalis melipatgandakan margin. Adapun rakyat menjadi budak kapitalis belaka. Iklim perekonomian yang terkonstruksi sebatas melambungkan para pemilik modal tanpa menilik kelas kecil (Baca: buruh, nelayan dan kaum miskin kota), adapun yang menjadi kebijakan pemerintah telah memboncengi sistem ekonomi liberal, sekalipun sebenarnya poros ekonomi Indonesia ialah bercermin dari Pancasila. Namun nilai-nilai Pancasila telah redup seiring merasuknya kapitalis dengan penetrasi budayanya yang mengubur jati diri bangsa melalui aparatur ideologisnya seperti media, pemerintah dan lainnya, sebagai usaha berekspansi. Terbentur ungkapan dari Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan ialah bermuara membantu pengenyam pendidikan menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi konstribusi kepada masyarakatnya. Tentu dalam perkembangannya kini, rakyat terasingkan dari kemerdekaan sejatinya. Kemandirian yang dicita-citakan nihil realisasi. Nyatanya, kini Indonesia masih memiliki keterpautan dengan kapitalis asing. Maka dalam hal ini, diperlukan lakon pendidikan dalam masyarakat, sesuai UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, bahwa “pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,  serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat”. Pendidikan menjadi ruang memanusiakan manusia, tak berorientasi pada intelektual saja. Melalui pendidikan, akan terakit karakter jati diri bangsa, menjadikan kualitas sumber daya manusia melesat tinggi. Potensi Indonesia menampakan eksistensi kekayaan hayati yang eksotik, adat-budaya yang homogen dan panorama yang terbentang dari Sabang sampai Merauke sebagai surga dunia. Pendidikan adalah medan pertarungan ideologis terhadap akses sumber daya sosial. Melalui pendidikan kesadaaran masyarakat untuk mendapatkan kemerdekaan sejatinya akan terjaring luas, masyarakat tidak lagi terpaku oleh kapitalisme dan imprealisme. Sehingga cita-cita Trisakti tergaungkan oleh Ir. Soekarno melenggang mudah melawati gerbangnya. Indonesia dapat berdiri mandiri dengan harapan bahwa para cendikia akan mengubah arah tatanan kehidupan dan Indonesia kembali pada tugas fakultatif Negara yaitu dapat menyejahterakan, baik moral, intelektual, sosial, maupun ekonomi. Namun muncul permasalahan baru, bahwa pendidikan era globalisasi kini telah dirasuki arwah kapitalisme dan liberalisme pula. Menjerumuskan pendidikan tak lebih alat akumulasi kapital negara. Institusi pendidikan berdimensi ruang belajar kritis menjadi pabrik yang mencetak tenaga kerja siap pakai di pasar kerja dan menghasilkan riset yang berguna untuk memecahkan masalah industri. Berubahnya kapitalisme dari bercorak industri menjadi pasca-industri, turut mengubah tatanan global. Pasokan tenaga kerja ‘kerah putih’ dibutuhkan secara besar-besaran. Peranan universitas dan lembaga pendidikan sejenis menjadi semakin vital sebagai pemasok.Degradasi pendidikan mengantarkan masyarakat pada batas ruang gerak untuk berkembang dan mandiri menggarap potensi negeri secara bijak dan arif guna mensejahterakan bangsa. Melihat historisnya pendidikan di Indonesia muncul sebagai Politik Etis dari Belanda yang mencari utilitas berupa pasokan tenaga kerja murah terdidik sebagai administrator belanda di Indonesia. Lambat laun pendidikan membuka tabir, cendikia tersadar akan hasrat merdeka, kaum cendikia terus mengkonstruksi kesadaran dengan sekolah-sekolah liar. Akhirnya mereka mengintergrasikan diri dan mengambil panggung dalam pencapaian kemerdekaan Indonesia. Hanya saja dewasa kini nilai-nilai progresif pendidikan kian bias seiring di stirnya pendidikan oleh liberalisme yang masih satu induk pada kapitalisme dan imprealisme. Pendidikan kita saat ini masih bercorak konvensional, yang hanya memempa siswa menjadi pasif, tunduk, dan jauh dari keberanian berpikir kritis. Pendidikan yang demikian hanyalah memperkokoh penindasan manusia atas manusia, menguntungkan penguasa yang hendak mempertahankan imperiumnya. Sehingga, pendidikan bukannya menjadi wadah pembebasan melainkan pembunuh perubahan dan kemajuan. Pendidikan kita yang demikian, telah membiasakan masyarakat kita hanya menetap dari keadaan yang telah di rancang oleh atas, nalar kritis terbunnuh secara alamiah tanpa gagasan inisiatif dan privatisasi pendidikan di luncurkan kapitalis guna melipatgandakan keuntungan. Amat sangat menyedihkan, buah pendidikan kini justru banyak menjadi pengangguran. Justru sarjana lebih banyak menganggur dibanding lulusan SD, karena lulusan SD sanggup bekerja dalam kondisi kerja yang buruk dan berupah rendah. Para sarjana sering kali terbentur akan syarat bahasa asing, indeks prestasi lulusan minimal 3, dan lain-lain. Neoliberalisme membuat mayoritas lulusan Universitas tidak punya masa depan di hadapan “pasar tenaga kerja”. Rezim-rezim neoliberal tidak mengatasi pengangguran dengan menciptakan kesempatan kerja penuh, namun dengan memberikan sogokan semacam “Bantuan Langsung Tunai”. Pendidikan tinggi dengan sistem ini justru menambahkan sederet problematika negeri. Kebijakan-kebijakan yang diambil, seperti menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan dan pemberian modal usaha belum cukup menjawab persoalan pengangguran, karena apabila kondisi dan kebijakan ekonomi-politik masih carut marut, maka usaha itupun akan bangkrut. Pendidikan lebih tinggi, kebanyakan menyebabkan anak muda justru menolak untuk mengerjakan pekerjaan dengan sistem manual, yang dinilai kurang sesuai dengan tingkat pendidikan mereka. Sarjana cenderung mencari pekerjaan sektor jasa. Sedangkan, pertumbuhan kerja di sektor jasa tidak mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja terdidik. Di balik carut marut pendidikan kini, masih ada secercah harapan yang muncul dari tawa renyah anak-anak yang bermimpi membangun Indonesia, yaitu muncul dari Sanggar Belajar Untuk Rakyat milik masyarakat Pakupatan-Serang dengan sistem Pendidikan Gratis, Ilmiah Dan Demokratis. Dimana anak-akan kecil belajar dan bermain disana dengan guru-guru sukarelawan. Sistem disana dianggap mewadahi kebutuhan masyarakat. Pendidikan bersistem ini akan memanjukan pola pikir generasi muda. Mengapa harus gratis? Menengok pada pasal 31 ayat 2 bahwa seharusnya pendidikan ialah gratis, karena adanya kesadaran bahwa pendidikan merupakan elemen fundamental untuk kemajuan bangsa dan merupakan tanggung jawab negeri. Menegok pada Firlandia, mereka menggratiskan pendidikan, Pemerintah Firlandia menyediakan anggaran 5.200 euro atau sekitar Rp 70 juta untuk setiap siswa per tahun. Alasannya memungut biaya dari orang tua murid adalah tindakan ilegal dan melawan hukum. Di Indonesia, anggaran pendidikan dasar sembilan tahun sekitar Rp 21 triliun dari total anggaran pendidikan nasional Rp 43,4 triliun per tahun. Namun, anggaran itu diperuntukkan bagi jutaan murid di seluruh Indonesia. Privatisasi pendidikan di Indoensia menyebabkan orang miskin dilarang sekolah. Tentu hal itu berdampak kesenjangan sosial yang timpang. Di era Soekarno, pendidikan digratiskan dan digencarkan penghapusan buta aksara. Hal ini disesuaikan dengan tujuan bangsa yaitu mencapai sosialisme Indonesia. Namun saat era Soeharto pendidikan diubah tidak lagi berporos pada sosialisme Indonesia, privatisasi pendidikan mulai mencuat. Rakyat mulai bersaing untuk merasakan bangku pendidikan. Pemerintah mulai menggeser tanggung jawabnya. Tentu untuk memajukan negeri, pendidikan harus digratiskan, agar mampu dinikmati siapapun dia yang berlabel pribumi Indonesia. Perlu ada perhatian khusus pemerintah dalam mengkualitaskan rakyatnya. Beralih ke landasan berikutnya bahwa pendidikan ialah ilmiah. Dalam hal ini pendidikan berarti memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Melihat pendidikan saat ini masih jauh dari kata ilmiah, pendidikan tidak bertumpu objektifitas. Ilmu yang diajarkan hanya sebatas teori usang dan hanya merakit manusia tersistem sebagai robot siap cetak sebagai buruh murah. Hari ini pendidikan menyebutkan 1 x 0 adalah 0, namun apakah ada dari kita dapat menjelaskan mengapa 1 yang dikalikan 0 akan menghasilkan 0 bukan 1 atau tak terhingga? Itu sama halnya seperti kita tahu teori ekonomi, namun mengapa sampai detik ini kemiskinan kian meluas dan mendalam di negeri ini? Kurikulum yang digunakan haruslah ilmiah, dalam arti disesuaikan dengan kondisi objektif, sehingga apa yang menjadi kebutuhan rakyat terwadahi bukan sekedar kebutuhan pasar yang dilayani. Penyempurnanya ialah demokratis. Pendidikan menjadi wadah memederkakan siswa, namun di kondisi lapangan pencabutan hak terlihat nyata. Ia tertekan di sekolah, tugas yang bertumpuk, jam sekolah yang padat, mekanisme ujian yang menyebabkan tekanan untuk mendapat nilai tertinggi yang memuarakan budaya menyontek, serta disiplin ilmu yang banyak dipelajari sekalipun Ia tak menyukainya. Menoleh kembali Negara Firlandia sebagai Negara pendidikan terbaik di dunia, disana tidak melanggengkan sistem belajar yang padat. Belajar hanya 45 menit dengan 15 menit istirahat, meniadakan evaluasi atau ranking sekolah, murid hanya akan datang pada jadwal pelajaran yang mereka pilih, tidak ada Kelas Unggulan, semua kemampuan berada pada kelas yang sama. Maka asas demokrasi “dari murid, untuk murid dan oleh murid” terealisasi dengan baik. Setiap murid dapat berkembang kearah yang dia inginkan tanpa terbentur logika kebutuhkan pasar. Ia tidak berorientasi apa yang dibutuhkan namun apa yang dapat diciptakan. Institusi pendidikan merupakan ruang demokrasi yang harusnya mampu memberikan hak-hak kepada peserta didik untuk memerdekakan diri dan mengembangkan potensi. Maka pola-pola pendidikan memunculkan keluasan siswa untuk berkembang. Mendorong independensi rakyat dan berpangkal kedaulatan rakyat. Pola pikir masyarakat akan terkonstruksi progresif. Dalam hal ini pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang dihasilkan dari sistem kerakyatan, bukan lagi kapitalis dan imprealis yang diiringi oleh aparatur represif dan ideologisnya. pendidikan berfundamen kebutuhan rakyat, tentu menjadikan bersinggungan langsung dengan hajat hidup rakyat luasnya. Pendikan harus berakar dan merupakan hasil dari dialektis kritis. Pendidikan akan membawa arus perubahan bervisioner, menjadi arah berpikir untuk bergerak. Rakyat dapat mengabsolutkan arah kemajuan negeri, maka cita-cita negeri sebagaimana tentuang dalam UUD 1945 alinea ke-4 dapat terentitas. Perlu keseriusan pemerintah untuk menegasi jeratan kapitalisme dan imprealisme, sehingga pendidikan dan berbagai sektor vital tidak lagi tercemari dan dapat menghasilkan progresifitas suatu negeri yang luput dari jebakan lingkaran setan selama ini.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/deraimerahperjuangan/wajah-cerah-dari-ufuk-serang-potret-pendidikan-gratis-ilmiah-dan-demokratis-bangkitkan-senyuman-kecil-masa-depan_555468f37397730d149054a9

PEMBELIT MINIATUR NEGARA, BAGAIMANA MAU BERLARI, BERJALAN PUN SULIT!

Apa menurut kawan miniatur Negara itu? Yang mampu mencerminkan kondisi suatu Negara, karena banyak dikitnya mengikuti sistem yang ada di negera? Hal itu adalah universitas atau kampus. Adapun permaknaan kampus dan universitas adalah sebagai berikut:

a. Universitas 
        Universitas adalah suatu institusi pendidikan tinggi dan penelitian, yang memberikan gelar akademik dalam berbagai bidang. Umumnya sebuah universitas juga menyediakan pendidikan sarjana dan pascasarjana. Kata universitas berasal dari bahasa Latin yaitu “universitas magistrorum et scholarium” yang berarti komunitas guru dan akademisi.

b. Kampus
       Kampus, dari bahasa Latin; campus yang berarti "lapangan luas", kampus adalah daerah / wilayah lingkungan utama suatu perguruan tinggi (Universitas). Menurut KBBI kampus adalah daerah lingkungan bangunan utama perguruan tinggi (universitas, akademi) tempat semua kegiatan belajar-mengajar dan administrasi berlangsung. 

Di dalam lingkungan perguruan tinggi sudah barang tentu terdapat banyak elemen ntah staf, rektorat, mahasiswa, kantin, pusdainfo dan banyak lainnya. Bagaimana mereka semua terintegrasikan? Yaitu melalui konstitusi atau yang kita kenal dengan peraturan tertulis maupun tidak tertulis. 

Tentu ketika sudah ada peraturan maka ada yang mewadahi  berjalannya dan administrasi itulah yang di sebut birokrasi kampus. Birokrasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari suatu badan instansi atau organisasi, baik itu dari level terendah seperti rukun tetangga hingga ke tatanan yang lebih tinggi yakni  pemerintahan negara. Pada dasarnya, birokrasi merupakan suatu sistem yang menerapkan fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai output yang maksimal.

Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam Setiwan,1998).

Administrasi berasal dari bahasa latin yang terdiri atas kata ad (ke) dan ministrare (melayani, membantu dan mengarahkan). “administrasi” secara harfiah dapat di artikan sebagai suatu kegiatan atau usaha untuk membantu, malayani, mengarahkan atau mengatur semua kegiatan didalam mencapai suatu tujuan. Berdasarkan KBBI, “administrasi” berartikan usaha dan kegiatan untuk mencapai tujuan.

Pada ruang lingkup kampus badan administrasi berperan sebagai penyelengggara dalam hal melayani dan mengelola kegiatan akademik misalnya penginputan data mahasiswa yang mencakup semua aspek persyaratan yang ditentukan oleh pihak kampus hingga melakukan proses pembukuannya, badan administrasi juga bertugas menyediakan data serta fasillitas bagi mahasiswanya baik itu bersifat informasi maupun kritik saran mahasiswa yang bersifat kreatif dan membangun. 

Kenyataannya bahwa birokrasi administrasi berbelit-belit, manajemen yang digunakan tidak efektif. Akhirnya mahasiswa yang menjadi korban terseok-seok. Dengan alasannya bahwa “mahasiswanya beribu orang”, sudah barang tentu itu menjadi sebuah resiko yang harusnya dari jauh hari sudah dipikirkan dan di antisispasi.

Agar tidak terus terulang. Sering kali pun di rasakan mahasiswa bahwa tidak sinergisnya antara birokrasi tataran fakultas dengan universitas. Contohnya dimana saat jadwal KRS seluruh mahasiswa berantakan dari pusatnya, saling bentur. Hasil berdiskusi dengan salah satu pimpinan fakultas adalah bahwa dari pihak rektorat mengadakan perubahan mendadak yang membuat apa yang telah di susun oleh pihak fakultas menjadi saling tubruk dan memakan waktu lama untuk menyusunnya kembali dan mahasiswa menjadi korban tidak jelasan arah. 

Sungguh hal yang disayangkan. Hal ini menyebabkan keterlambatan proses ajar-mengajar. Sangatlah lucu jika fungsi administrasi yang bersifat melayani dan mengelola data malah menjadi cambuk bagi mahasiswa dalam melengkapi datanya, seperti cambuk bagi sapi-sapi yang bengal.          

Keamanan adalah keadaan bebas dari bahaya. Istilah ini bisa digunakan dengan hubungan kepada kejahatan, segala bentuk kecelakaan, dan lain-lain. Keamanan selalu di identikan dengan kenyamanan, dan kenyamanan tak pernah lepas dari kata “ketertiban”. Di kampus sendiri keamanan menjadi salah satu prioritas mutlak dari pihak kampus kepada mahasiswanya serta barang-barang bawaannya seperti kendaraan dan perlengkapannya. Begitu juga dengan kenyamanan. 

Namun sayangnya ada saja pihak kampus yang kurang bahkan tidak memperhatikan hal tersebut, terlihat dari banyaknya sampah sisa makanan efek minimnya tong sampah, minuman maupun putung rokok yang berserakan dimana-mana, toilet yang digabung antara cewek dan cowok, lahan hijau yang minim sekali serta lahan parkir yang nihil, juga kejadian-kejadian pencurian maupun aksi kekerasan (kejahatan) yang terjadi dikampus. 

Dari hal tersebut kita dapat melihat cerminan keacuhan pihak kampus dalam menyikapi masalah keamanan dan kebersihan. Seharusnya pihak kampus lebih cekatan dalam menyikapi masalah ini, karena memang masih dalam ruang lingkup kampus. Perlu adanya pengawasan berkesinambungan serta menyeluruh dari mulai security hingga pihak pekerja diruang lingkup kampus, serta pemberian sansi yang tegas agar tercipta suasana yang aman dan damai.

Untuk masalah parkir, apakah hanya dengan mengeluarkan uang perbulannya, maka parkiran akan lebih aman? Mengingat UKT mahaiswa yang ada sampai 7 juta ditambah kenaikan BBM yang menyebabkan biaya hidup anak perkuliahan meningkat, apakah masih sepantasnya mahasiswa “harus lagi-lagi membayar”??? hal ini terdengar bahwa birokrasi kampus kita mengambil jalan yang instan, dengan swastanisasi perkiran, dan lagi-lagi mahasiswa yang terbebankan. 

Nyatanya, gaji OB saja masih tersendat-sendat dibayarkan oleh pihak kampus hingga berbulan-bulan, pihak kampus malah berkerja sama dengan pihak swasta untuk proyek swastanisasi parkiran? Mengapa tidak menggunakan cara berupa penambahan satuan pengaman security saja? Guna mengefektifkan dan membuka lapangan kerja baru, karena uangnya nanti akan masuk ke seseorang yang bekerja, bukan sekedar masuk ke pihak swasta. 

Prestasi belajar merupakan suatu tolok ukur seseorang dalam mengenyam pendidikan yang sudah terbudayakan di Indonesia. Asumsi tersebut berkembang dengan pertimbangan bahwa prestasi belajar merupakan indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai oleh mahasiswa. 

Didalam proses belajar mengajar hubungan antara mahasiswa dan dosen merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga mahasiswa merasa ingin belajar dan dosen nyaman dalam mengajar. Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar adalah aspek fisiologi (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologi (yang bersifat rohaniah), sedangkan dalam faktor eksternal adalah lingkungan dan pertemanan.

Nyatanya kini, sering kali bahwa mahasiswa di rekatkan berkutat hanya dengan civitas dalam akademik kampus saja bahkan hingga lupa dengan keadaan objektif diluar, mahasiswa diberi tugas banyak dalam akademis, kuis, ujian, meresume, mahasiswa dituntut bernilai tinggi namun tak perlu melihat sekitarnya, melainkan hanya siap untuk terjun ke dunia kerja. Maka dalam  hal ini mahasiswa tertekan, tugas-tugas menumpuk, banyak tenaga terkuras, alhasil mahasiswa harus bisa berpintar-pintar  memanage waktu untuk membagi dirinya ke dalam kampus dan sekitarnya.  

Menengok pada wajah dunia perguruan tinggi pun sama halnya mengecewakan, bahwa semakin maraknya praktek liberalisasi dan privatisasi pendidikan (baca : kapitalisasi pendidikan) oleh Negara yang telah mengakibatkan berubahnya orientasi pendidikan menjadi profit oriented atau mencari keuntungan financial semata, tak berhenti disitu, situasi pendidikan di Indonesia juga bertambah parah oleh berbagai macam praktek represifitas di kampus. Hal ini dapat diperhatikan dari berbagai tekanan-tekanan dan penindasan yang dilakukan kepada mahasiswa baik langsung maupun tidak.

Hal ini menyebabkan penyempitan ruang gerak mahasiswa dan penyekatan tersendiri baik dari birorasi kampus maupun pihak-pihak non kampus. Maka terlihat, ada usaha penghambatan aktifitas mahasiswa di kampus oleh birokrasi kampus, baik dari menyuarakan hak-hak mahasiswa sendiri, aktifitas social, aktifitas politik dan lainnya di kampus.

Terlihat jelas, bahwa perilaku represif dari birokrasi kampus saat ini juga mencerminkan watak dari birokrasi kampus yang semakin otoriter. Muncul dasar-dasar yang menyekat ruang gerak mahasiswa atau mempersulit mahasiswa dengan berbagai macam peraturannya (SK Rektor, SK. Dekan, peraturan kampus), dan terkadang lebih parahnya lagi ada anggapan bahwa aktifitas mahasiswa untuk memperjuangakan hak-haknya, dan mengkritik kebijakan kampus adalah tindakan yang mencemarkan almamater, dan nama baik perguruan tinggi. 

Jika kita mengingat kembali, bahwa jelas, label mahasiwa adalah agent of change dan agent of control. Maka mahasiswa memiliki hak sebagai subjek pendidikan untuk turut berjuang dan mengadakan perubahan baik dalam kampus maupun luar kampus secara positif dan progresif.

Mahasiswa berhak terlibat dalam menentukan apa dan bagaimana proses pendidikan di perguruan tinggi di laksanakan, maka dengan seperti itu persoalan dalam maupun luar kampus dapat tersentu dan terselesaikan. Sedangkan kenyataannya, belenggu birokrasi kampus membatasi dan membuat mahasiwa terseok-seok. 

Dalam hal ini, mahasiswa membutuhkan ruang untuk berekspresi, mengembangkan kemampuan dan pemahamannya, serta berpendapat tentang realitas sosial yang dihadapinya dan berorganisasi sebagai cara untuk memperjuangkan hak-haknya. Bukan lagi diperalat dan di setting sebagai robot atau budak kapitalis pasca wisuda saja.

Sungguh ironis, ini akibat masuknya pendidikan kita kedalam kapitalisasi kampus. Seperti yang dijelaskan diatas sebelumnya, bahwa terjadinya perubahan dari orientasi pendidikan menjadi profit oriented atau mencari keuntungan financial semata. Kenyataan pendidikan Indonesia yang perlahan-lahan akan masuk dalam cengkraman Imperialisme menjadi akar permasalahan yang mendorong perguruan tinggi menjadi sangat anti dengan kebijakan-kebijakan yang kontra, terlebih lagi ketika aktifitas mahasiswa tersebut merupakan bentuk reaksi mahasiswa yang merasa hak-hak normatifnya belum dipenuhi oleh birokrasi kampus.

Dalam menjalankan praktek kapitalisasi pendidikan, negara mengeluarkan aturan yang menekan ruang gerak organisasi eksternal, yaitu SK. Dikti No. 26 Tahun 2002, tentang organisasi mahasiswa, mengatur bahwa organisasi massa dilarang untuk melakukan aktifitas didalam kampus. Hal ini tentunya merupakan salah satu bentuk kooptasi negara terhadap kekuatan mahasiswa, dimana hanya mahasiswa yang tunduk dalam kekuasaan birokrasi kampuslah yang diberi ruang untuk beraktifitas didalam kampus.

Sungguh disayangkan jika kita menengok keadaan ini, bahwa birokrasi kampus yang bersifat melayani, justru menyusahkan mahasiswa, birokrasi ini tidak efektif dan menambah beban mahasiswa. Sehingga untuk memikirkan dalam kampus saja sudah pusing, maka bagaimana mereka mampu memikirkan kondisi luar kampus, alhasil label mahasiswa sebagai agent of change dan agent of control kini hanya bagaikan mitos atau dongeng sebelum tidur. 

Sungguh ironis, padahal pendidikan adalah ujung tombak perubahan suatu Negara menuju keprogresifan suatu bangsa. Maka bagaimana negara mau maju, jika mahasiswanya masih berkutat dalam kampus saja? Belum tentu semua mahasiswa sudah tersadarkan perannya hingga berpintar-pintar membagi waktu, perlu adanya gebrakan perubahan dari permasalahan birokrasi kampus. 

Agar seluruh elemen yang terikat dapat terintegrasi secara harmonis dan terstruktur (sendem) dari bawah ke atas dan atas ke bawah dan kebutuhan baik dalam maupun luar kampus terselesaikan.

Selengkapnya di: http://www.lmndnasional.com/2015/04/pembelit-miniatur-negara-bagaimana-mau.html

KERASNYA HANTAMAN KAPITALISME MEMBUAT BURUH DAN RAKYAT MENDERITA (Menyimak Hengkangnya Para Perusahaan Raksasa Asing)

Media tengah ramai memperbincangkan hengkangnya beberapa perusahaan ternama dari Indonesia. Baru-baru ini Panasonic dan Toshiba memutuskan meninggalkan Indonesia, selepas pabrik otomotif Ford Indonesia dan Opel Indonesia memilih Negara lain untuk memproduksi otomotif. Langkah Ford ini mengikuti jejak General Motors yang lebih dulu angkat kaki dari Indonesia. 

GM memutuskan untuk menyudahi operasional di Indonesia pada tahun lalu. Perginya GM menyebabkan 500 pegawai kehilangan pekerjaannya. Panasonic menutup 2 pabriknya yaitu PT Panasonic Eloctronic Devices Indonesia di Cikarang, Bekasi dan Panasonic Lighting di Pasuruan. Sementara Tosibha menutup PT Matsushita Toshiba Picture Devices Indonesia (MTPDI) di Cikarang yang memproduksi tabung televisi (CRT). Hanya tinggal tersisa 1 perusahaan Toshiba, yaitu Toshiba printer di Batam.

Tentu hal ini mengakibatkan adanya PHK dari perusahaan yang bersangkutan, tak main-main jumlah yang akan di PHK mencapai 2500 buruh. Dari Panasonik di Pasuruan (600 orang buruh di PHK) dan dikawasan EJIP Cikarang (sekira 1000 orang buruh di PHK).‎ sedangkan dari Toshiba televisi, kurang lebih 900 orang buruh akan berpotensi di PHK (mulai bulan April secara resmi tutup).

Tak hanya itu, ribuan buruh di sektor padat karya lainnya pun sudah ter-PHK. Perusahaan raksasa dan menengah melancarkan PHK ribuan buruh pada Januari hingga Maret 2016. Perusahaan tersebut adalah PT Panasonic (ada dua pabrik di Cikarang dan Pasuruan), PT Toshiba, PT Shamoin, PT Starlink, PT Jaba Garmindo (tekstil), dan PT Ford Indonesia

Selain itu, puluhan perusahaan yang bergerak dalam industri motor dan mobil juga ikut mem-PHK karyawannya, seperti PT Yamaha, PT Astra Honda Motor, dan PT Hino. Tak ketinggalan, perusahaan komponen motor dan mobil, seperti PT Astra Komponen, PT AWP, PT Aishin, PT Mushashi, dan PT Sunstar sudah mem-PHK ribuan karyawan kontraknya dengan tidak memperpanjang kontrak dengan pekerjanya lagi.

Sebelumnya, kaum buruh juga menilai anjloknya harga minyak dunia saat ini hingga ke kisaran 30 dolar AS per barel yang merupakan level terendahnya sejak tahun 2004 akan membuat perusahaan-perusahaan minyak di dunia mengalami kerugian dan terancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran pula di sektor migas. Perusahaan asal Amerika Serikat, Schlumberger merumahkan lebih dari 10.000 karyawan dalam tiga bulan terakhir sebagai imbas menurunnya harga minyak. Dalam tiga bulan terakhir, Schlumberger telah mencatatkan kerugian sebesar US$1 miliar dolar, kerugian per kuartal pertama dalam 12 tahun. Pendapatan perusahaan tersebut juga jatuh 39 persen menjadi US$7,74 miliar.  

LANTAS BAGAIMANA PHK INI MARAK TERJADI?

Sebagaimana kita ketahui, bahwa di zaman kapitalisme ini orang maupun corporate berusaha melipatgandakan keuntungannya dengan biaya yang seminim-minimnya, inilah yang kita sebut sebagai akumulasi modal. Jika kita melihat, Indonesia termasuk kapitalisme yang bersifat kapitalisme perkoncoan (crony capitalism). Disebut kapitalisme perkoncoan karena dapat dilihat hubungan erat antara pengusaha-pengusaha dengan pejabat-pejabat dalam menjalankan praktik kapitalisme. 

Selain itu, kapitalisme perkoncoan nampak dengan banyaknya pejabat maupun anaknya yang menjadi pengusaha dan banyaknya pengusaha yang menjadi pejabat. (Baswir, 1999:30)

Tentu tak mencengangkan dalam kebijakan yang lahir dari kapital birokrat ini penuh dengan  unsur kepentingan para kapital. Kita melihat salah satunya PP pengupahan Nomor 78 tahun 2015. Dalam pelaksanaan perekonomian pun, Indonesia turut diperangkap untuk termakan dalam beberapa kesepakatan pasar bebas, seperti MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dan FTA (Free Trade Agreement) dengan Uni Eropa. Hal ini memungkinkan Indonesia untuk tergerus menjadi pangsa potensial semata dari meluapnya produk-produk impor. 

Dalam menyikapi keadaan ini, pemerintah banyak meluncurkan kebijakan yang kita kenal juga sebagai paket kebijakan. Paket kebijakan ini dirasakan membuka gelanggang untuk perusahaan-perusahaan baik luar maupun dalam untuk bergerak dalam ruang saling-bersaing dan di medan saling bertarung berebut sasaran menjangkau nilai baru serta mencari investor sebanyak-banyaknya guna menyinambungkan misi berikutnya berupa ekspansi pasar dan eksploitasi dari materi yang ada.

Tentu ini mencetuskan perang dagang yang sengit, tak jarang terjadi politik dumping atau penjualan dengan harga yang kompetitif dan banyak cara lainnya. Maka peranan modal disini menjadi sentral, corporate berusaha sekreatif mungkin untuk menarik pasar dan tak ragu untuk menggelontorkan suntikan dana besar guna meneliti dan melahirkan inovasi-inovasi segar. Namun sayangnya ini tak di iringi kesanggupan konsumen menyerap produk, karena dampak dari upah yang tak sebanding dengan kebutuhan, daya beli masyarakat menjadi menurun. Otomatis demand (permintaan) akan lebih kecil dari suplay (penawaran), dan inilah yang membuat adanya over produksi.

Masyarakat pun cenderung memilih pada produksi yang mampu menjungkal harga. Hal ini di perparah dengan pertumbuhan ekonomi global yang sedang menurun (baca: tidak stabil), tentu ini menyebabkan persentase ekspor menjadi melandai dan juga terjadi pembengkakkan biaya produksi dari biaya variable, maka dalam keadaan ini produsen dikhuatirkan dengan ancaman gulung tikar.

Dalam pertarungannya, kapital yang kecil serta lemah akan kalah dan hancur dipukul mundur oleh kapital yang besar dan kuat. Kapital-kapital yang kecil runtuh dan menjadi “santapan empuk” oleh kapital-kapital yang besar (kapital-kapital raksasa). Kapital-kapital yang besar (kapital-kapital raksasa) merajai ruang dan medan gerak. 

Kemudian kapital-kapital besar (kapital-kapital raksasa) bahkan memiliki harga penjualan hasil produksi industrinya yang cenderung bisa lebih rendah dari pada kapital-kapital kecil, yang kemudian menyebabkan hasil produksi kapital-kapital kecil ini menjadi tersisih dan tidak laku. Hal ini karena alat kerja atau mesin-mesin mereka serba modern dengan kapasitas kerja dan kualitas produksinya yang tinggi dibanding dengan alat kerja atau mesin-mesin milik kapital-kapital kecil yang sederhana. Kapital-kapital Besar cenderung tanggap dalam melihat peluang dari dialektika keadaan.

Kapital-kapital besar (kapital-kapital raksasa) dalam pembelian bahan mentah atau bahan baku pun bisa lebih murah dari pada kapital-kapital kecil, ini disebabkan kapital-kapital besar (kapital-kapital raksasa) bisa merebut penguasaan secara monopoli atas pasar bahan mentah atau bahan baku yang diperlukan. Kapital-kapital kecil menjadi tidak mudah untuk mendapatkan bahan mentah atau bahan baku yang  diperlukan, bahkan membelinya pun dengan harga tinggi. 

Biaya produksi industri kapital-kapital kecilnya menjadi lebih tinggi, sedang harga jual hasil produksinya lebih rendah dari pada biaya produksinya. Kapital-kapital kecil tidak berdaya dalam persaingan harga penjualan hasil produksi industri di pasar, pembelian bahan mentah atau bahan baku keperluan industri, memonopoli sumbernya melawan kapital-kapital besar (kapital-kapital raksasa),. Untuk membeli mesin-mesin modern, harganya begitu tinggi, tidak terjangkau oleh kapital kecil. Maka kapital kecil tidak bisa lain kecuali jatuh, hancur, dan gulung tikar.

Dalam penyelamatan di ambang kehancuran dari over produksi, maka tak heran akan mencuatnya collapse nya suatu corporateCollapse ini tidak semata pada tutupnya suatu perusahaan karena bangkrut. Dalam hubungan sistem kapitalisme, mereka akan berfotosintesa ke arah yang lebih tinggi lagi, yaitu memonopoli atau yang biasa di sebut penggabungan antara kapital yang yang mulai runtuh dengan kapital bermodal lebih besar, inilah yang kita kenal dengan merger. 

Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-mergermengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598). Inilah proses pemusatan atau proses akumulasi kapital. Kapital besar (kapital raksasa) memukul hancur dan memakan kapital-kapital kecil hingga kapital menjadi memusat dan berakumulasi pada hanya kapital besar (kapital raksasa).

Perlu diingat, bahwa tanpa kapital industri tidak akan ada produksi barang-dagangan bagi keperluan kehidupan masyarakat dalam sistem ekonomi kapitalis. Dengan kapital-kapital yang lain  tidak akan berfungsi tanpa ada dan berjalannya kapital industri, yang berarti kehidupan kapitalisme pun tidak berfungsi. Sebab sebagaimana dikatakan, masyarakat kapitalis adalah masyarakat barang-dagangan. Maka tanpa produksi barang-dagangan, masyarakat kapitalis menjadi tidak berarti. Karena itu kapital industri sebagai  kapital yang langsung mengusahakan dan memproduksi barang dagangan, mempunyai peranan yang vital dan merupakan basis dari kehidupan ekonomi kapitalis.

Mari kita simak yang terjadi pada Panasonic dan Toshiba. Dalam melihat pasar Indonesia kini, Panasonic butuh mengejar ketertinggalan tren kebutuhan masyarakat. Kini masyarakat mulai beralih kepada lampu LEDPhilips, Osram dan Panasonic yang semula memproduksi bohlam/CFL, kini hanya Panasonic saja yang memproduksi bohlam/CFLPhilips dari Belanda dan Osram yang dari Eropa jeli memangkap prospek pasar LED, hal ini lantas menjadikan Panasonic tertinggal, sedangkan Panasonic harus bertarung ketat dengan impor dari China

Panasonic Indonesia menggabungkan (merger) dua anak usaha di sektor lampu, PT Panasonic Lighting Indonesia (PESLID) dan PT Panasonic Gobel Eco Solution Manufacturing Indonesia (PESGMFID) pada 1 Januari 2016. Ini dilakukan untuk mengantisipasi kemajuan teknologi dan perkembangan pasar lampu light emitting diode (LED)PESLID yang berbasis di Pasuruan, Jawa Timur memiliki pabrik lampu hemat energi. Adapun PESGMFID yang berkedudukan di Bekasi, dengan pabrik di Cikarang dan Cileungsi memproduksi luminer LED untuk pasar domestik dan ekspor, serta juga stop kontak. PESGMFID dipertahankan Panasonic sebagai perusahaan hasil merger.

Setelah merger, Panasonic hanya memiliki dua pabrik lampu, yakni di Pasuruan dan Cileungsi. Panasonic menjadikan kedua fasilitas tersebut sebagai sentra produksi luminer dan lampu LED untuk memperkuat daya saing di pasar domestik dan dunia. Saat ini, permintaan produksi CFL/bohlammenurun di pasar Jepang dan domestik, karena migrasi ke teknologi LED. Ini adalah bagian dari rasionalisasi dan restrukturisasi yang kemudian menjadikan pabrik ini mempunyai teknologi dan added value (nilai tambah). Transformasi perusahaan-perusahaan ini menjadi perusahaan-perusahaan gabungan-saham, konsentrasi dan penggabungan perusahaan - perusahaan dalam keseluruhan cabang-cabangnya ini pada akhirnya bisa memunculkan adanya monopoli-monopoli.

Kemudian beranjak dari masalah rasionalisasi, kebijakan pemerintah dengan memberikan insentif kepada pelaku industri belum memberikan tren positif nampaknya. Padahal, Indonesia mempunyai keunggulan dari segi demografi. Sebelumnya terdapat kebijakan ekonomi bagi perusahaan yang bangkrut dapat mengajukan bantuan dari pemerintah (kredit usaha) agar tidak melakukan PHK, namun ini masih perlu di pertanyakan. Melihat di PT Jabagarmindo di Tangerang yang sudah melakukan kredit usaha agar tidak melakukan PHK, namun ditolak, sekitar 4.200 pekerja Jaba Garmindo dipecat.

Beda halnya dengan Toshiba, PT Toshiba Costumer Products Indonesia menyatakan perusahaan melakukan restrukturisasi organisasi dengan pengalihan manajemen Pabrik di Cikarang, Bekasi, kepada Skyworth Group asal China-Tiongkok yang terdaftar di Bursa Hong kong untuk meningkatkan daya saing. Dapat dikatakan Toshiba hanya diakuisisi Skyworth asal China. Hanya saja perusahaan asal China-Tiongkok ini tetap memproduksi televisi dengan merek Toshiba. Akuisisi merupakan pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada. (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598).

Hal ini terjadi dikarenakan seperti diketahui bahwa manajemen Toshiba saat ini lebih memilih mengubah fokus bisnis menjadi ke produksi chip dan energi nuklir. Nampak bahwa pihak kapital (Toshiba) tajam mata dalam menangkap prospek baru, pasar baru yang kemudian kedepannya akan di penetrasi, yaitu chip dan nuklir, mengingat dalam pasar televisi persaingan sudah kian ketat.

Dengan adanya restrukturisasi dan rasionalisasi ini, mencuatkan kemungkinan adanya pemangkasan buruh seperti yang ramai dibicarakan, sekitar 2500 karyawan akan di PHK dari kedua perusahaaan raksaksa Jepang tersebut. Tentu dalam melakukan rasionalisasi mesin dan added value maka teknologinya lebih advance, akan terjadi pengurangan tenaga kerja yang tidak bisa dihindari. Dalam hal ini pemerintah mempunyai tugas agar keadaan ini tidak menjadi lebih buruk, karena dikhuatirkan dampak PHK ini daya beli masyarakat akan semakin menurun. Dengan begitu, target pertumbuhan ekonomi yang dipatok 5,3 persen dalam APBN 2016 sulit untuk tercapai.

Di bawah kapitalisme, masyarakat terbagi didalam klas kapitalis (borjuasi) dan klas buruh (ploretariat). Buruh bukan milik si kapitalis, buruh tidak dibeli ataupun dijual. Dari kebebasan yang Ia miliki, namun Ia tidak memiliki alat produksi yang menyebabkan Ia terpaksa menjual modalnya berupa tenaganya untuk bekerja kepada pemilik alat-alat produksi yaitu para kapitalis  (Pemilik pabrik dan perusahaan-perusahaan lain), kemudian buruh harus membanting tulang guna memenuhi kehidupan dan tidak mati kelaparan. Para kapitalis menjadi penghisap guna mendapati laba besar diatas kerja keras dari klas pekerja, semakin lama maka buruh semakin banyak menderita kesengsaraan dan penindasan. 

Dalam laporan terbaru ILO berjudul "World Employment And Social Outlook Report For 2016", disebutkan bahwa pada tahun 2016 diperkirakan angka pengangguran global akan bertambah 2,3 juta orang dan pada tahun 2017 jumlah pengangguran akan bertambah 1,1 juta. Dengan demikian, total pengangguran secara global pada tahun 2017 mendatang, jika ditambah dengan data pengangguran saat ini, diperkirakan akan mencapai lebih dari 200 juta orang. Jumlah pengangguran global tersebut merupakan buntut dari perlambatan ekonomi global pada tahun lalu, khususnya di kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin dan Timur Tengah. Negara berkembang dan negara produsen minyak berpotensi menderita instabilitas sosial seperti pengangguran meningkat.

Akhir Agustus 2015 lalu, Kementerian Ketenagakerjaan pun menyebut jumlah pekerja terkena PHK akibat melemahnya rupiah mencapai 26.000 orang. Sedangkan BPS merilis jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,9 juta jiwa atau bertambah sekitar 860 ribu jiwa selama enam bulan dalam periode September 2014-Maret 2015. Bahkan, diprediksi angka tersebut masih akan mengalami kenaikan hingga nanti.

Dalam kapitalisme, produktifitas kerja sangat dipertinggi dan produksi mencapai perluasan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pabrik dan perusahaan besar tentu dilengkapi dengan mesin-mesin dan memperkerjakan ribuan buruh. Pekerjaan tiap-tiap perusahaan, tiap-tiap cabang industri tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan perusahaan dan cabang-cabang lain. Jika perusahaan lain tidak bekerja lagi, maka ratusan lain tidak bekerja lagi. Maka terpaksa berhenti bekerja. Dalam kapitalisme barang-barang hasil industri adalah hasil kerja masyarakat bukan hasil kerja orang-seorang.

Kaum kapitalis tidak memperdulikan kepentingan masyarakat, mereka memproduksi dan menjual barang-barangnya hanya untuk mendapatkan laba yang besar. Kapitalis ekspansi produksi dan memperkuat penghisapan kepada kaum buruh dengan jam kerja yang lama serta upah yang lebih rendah. Akibatnya, barang-barang yang dihasilkan jauh lebih banyak dari yang mampu diserap oleh massa rakyat, inilah yang memunculkan krisis ekonomi berupa over produksi. 

Lantas untuk mempertahankan harga tetap tinggi atau existing dari perusahaan, kaum kapitalis menghancurkan barang-barang mereka, kemudian untuk sementara menghentikan produksi atau bisa juga dengan melakukan merger/akuisis pada perusahaan, serta memecat ribuan buruh. Jadi hak milik perseorangan secara kapitalis mengakibatkan penghancuran materiil yang sudah dihasilkan dan menyebabkan rakyat pekerja menderita karena pengangguran dan upah yang rendah. 

Kembali pada pembahasan buruh yang di PHK, harusnya mereka tidak langsung di PHK melainkan adanya pengurangan shift, merumahkan dan hanya di bayar tunjangan gaji pokok atau mengurangi hari kerja. Agar tidak terjadi kepanikan atau munculnya berbagai spekulasi yang membuat situasi ekonomi menjadi terhambat. Pemerintah wajib menyelamatkan ribuan buruh yang sudah ter-PHK tersebut dan puluhan ribu lainnya yang terancam PHK. Perlu adanya upaya guna meningkatkan permintaan dalam pasar sehingga konsumsi kebutuhan masyarakat terpenuhi.

Maka inilah dampak dari gejolak kapitalisme dalam melakukan akumulasi, ekspansi, dan eksploitasi. Hal ini semata guna melipatgandakan keuntungan dan pelebaran sayap dari corporate raksaksa. Namun dalam sekali hempasan, maka buruh dan rakyatlah yang merasakan dampak begitu besar, diluar dari eksploitasi kaum buruh. Ini pun tak lepas dari spekulan-spekulan perusahaan dalam mengibarkan existing produknya, ditengah perekonomian global yang sedang tidak stabil. 

Dibutuhkan kebijakan tepat sasaran dan dirasa tanggap terhadap kebutuhan basis massa rakyat. Kesadaran masyarakat pun harus dibangkitkan dari dialektika materi yang berkembang, bahwasannya keadaan kapitalistik menciptakan masalah-masalah baru. Dalam hal ini, kedepannya diharapkan Indonesia dapat melakukan perbaikan-perbaikan, kemudian membangun Industri Nasional, tidak ketergantungan terhadap asing, mensejahterakan rakyat, dan berporos pada kepentingan massa rakyat.

Selebihnya di:http://www.lmndnasional.com/2016/02/kerasnya-hantaman-kapitalisme-membuat.html

SALAM PEMBEBASAN!!!!